Tuesday, June 7, 2016

Pencuri Ketimun Yang Tak Bisa Duduk Alsebab Karomah Kiyai Kholil Bangkalan


https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=6350621372319428354#editor/target=post;postID=3888838228266387473;onPublishedMenu=posts;onClosedMenu=posts;postNum=2;src=link


Kyai kholil bangkalan madura Diantara karomahnya adalah, pada suatu hari petani timun di daerah Bangkalan sering mengeluh. Setiap timun yang siap dipanen selalu kedahuluan dicuri maling. Begitu
peristiwa itu terus menerus. Akhirnya petani timun itu tidak sabar lagi, setelah bermusuyawarah, maka diputuskan untuk sowan ke Kiai Kholil. 


Sesampainya di rumah Kiai Kholil, sebagaimana biasanya Kiai sedang mengajarkan kitab nahwu Kitab tersebut bernama Jurmiyah, suatu kitab tata bahasa Arab tingkat pemula.
 

“Assalamu’alaikum, Kiai,” ucap salam para petani serentak.
 

“Wa’alaikum salam, “ Jawab Kiai Kholil. Melihat banyaknya petani yang datang. Kiai bertanya :
 

“Sampean ada keperluan, ya?”
 

“Benar, Kiai. Akhir-akhir ini ladang timun kami selalu dicuri maling, kami mohon kepada Kiai
penangkalnya.” Kata petani dengan nada memohon penuh harap.
 

Ketika itu, kitab yang dikaji oleh Kiai kebetulan sampai pada kalimat “qoma zaidun” yang artinya “zaid telah berdiri”. Lalu serta merta Kiai Kholil berbicara sambil menunjuk kepada huruf “qoma zaidun”.
 

“Ya.., Karena pengajian ini sampai ‘qoma zaidun’, ya ‘qoma zaidun’ ini saja pakai penangkal.” Seru Kiai dengan tegas dan mantap.
 

“Sudah, pak Kiai?” Ujar para petani dengan nada ragu dan tanda Tanya.
 

“Ya sudah.” Jawab Kiai Kholil menandaskan. 

Mereka puas mendapatkan penangkal dari Kiai Kholil. Para petani pulang ke rumah mereka masing-masing dengan keyakinan kemujaraban penangkal dari Kiai Kholil. Keesokan harinya, seperti biasanya petani ladang timun pergi ke sawah masing-masing.
 

Betapa terkejutnya mereka melihat pemandangan di hadapannya. Sejumlah pencuri timun berdiri terus menerus tidak bisa duduk. Maka tak ayal lagi, semua maling timun yang selama ini merajalela diketahui dan dapat ditangkap. Akhirnya penduduk berdatangan ingin melihat maling yang tidak bisa duduk itu, semua upaya telah dilakukan, namun hasilnya sis-sia. Semua maling tetap berdiri dengan
muka pucat pasi karena ditonton orang yang semakin lama semakin banyak.
 

Satu-satunya jalan agar para maling itu bisa duduk, maka diputuskan wakil petani untuk sowan ke Kiai Kholil lagi. Tiba di kediaman Kiai Kholil, utusan itu diberi obat penangkal. Begitu obat disentuhkan ke badan maling yang sial itu, akhirnya dapat duduk seperti sedia kala. Dan para pencuri itupun menyesal dan berjanji tidak akan mencuri lagi di ladang yang selama ini menjadi sasaran empuk pencurian. Maka sejak saat itu, petani timun di daerah Bangkalan menjadi aman dan makmur. 

Sebagai rasa terima kasih kepada Kiai kholil, mereka menyerahkan hasil panenannya yaitu timun ke
pondok pesantren berdokar-dokar. Sejak itu, berhari-hari para santri di pondok kebanjiran timun, dan hampir-hampir di seluruh pojok- pojok pondok pesantren dipenuhi dengan timun.


"Semoga dengan kisah diatas kita bisa mengambil i'tibar dari sebuah kejadian tsb diatas" 

Wallahu a'lam

No comments:

Post a Comment